PSBPAI '10



TUGAS PENGEMBANGAN BUDAYA DAN SENI PAI
Nama Kelompok         :
1.      Mukhlasin                               (10410048)
2.      Akhid Nurkholis Pratama       (10410060)
3.      Ikhwan Mutaqin                     (10410067)
4.      Alfiyatus Sodiqoh                   (10410072)
5.      Yunida Nur Apriyani              (10410043)
6.      Hani Septianasari                    (10410054)
7.      Hannatul Malihah                   (10410044)

A.    Pengertian Budaya Islam
Budaya Islam menurut M. Quraish Shihab  adalah Ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan (sesuai cetusan fitrah).
            Budaya Islam menurut Seyyed Hossein Nassr  adalah Seni budaya Islam adalah keahlian mengekspresikan ide dan pemikiran estetika dalam penciptaan benda, suasana atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah dengan berdasar dan merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits).

B.     Unsur-Unsur Budaya
Unsur-unsur budaya yang ada dalam masayarakat, salah satunya masyarakat di Kembang, Nanggulan, Kulon Progo, yaitu :
1.    Sistem Religi
Dalam aspek sistem religi, mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Agama yang dianut berupa Islam Kejawen, sebab masih terdapat kepercayaan pada hal-hal yang bersifat animisme, seperti adanya ritual slametan yang diadakan pada acara kelahiran, upacara pernikahan dan kematian. Meski demikia

Filsafat Umum



EMPIRISME DAVID HUME
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Filsafat Umum
Dosen Pengampu: Drs. Usman, SS.



Disusun oleh :
Yunida Nur Apriyani
10410043 / II PAI-D


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010 / 2011



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
          Perkembangan pengetahuan yang semakin maju membuat seseorang juga berpikir maju seiring dengan perkembangan pengetahuan tersebut. Pendapat seseorang akan filsafat juga berkurang karena dianggap menjadi sesuatu yang tak berguna untuk kehidupan. Dalam pengetahuan untuk mengetahui benar atau salah diperoleh oleh seseorang melalui indrawinya.
            Pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara indrawi merupakan salah satu aliran dalam filsafat yang lebih menekankan pada keindrawiannya dalam memperoleh kepastian. Teori ini disebut sebagai teori empirisme. Dalam peranan pengetahuan, empiris dijadikan sebagai dasar dan sumber pengetahuan.
            Salah satu tokoh dalam teori empirisme adalah David Hume yang menjelaskan bahwa seluruh pengetahuan yang dialami oleh seseorang merupakan bagian dari pengalamannya. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai “Empirisme”.

Pengembangan Kurikulum



KURIKULUM 1975

      Dasar-dasar perubahan kurikulum 1975 : 
  1.  Munculnya pemikiran baru dalam dunia pendidikan nasional 
  2.   Adanya inovasi baru dalam dunia pendidikan 
  3.   Keluhan masyarakat terhadap kurikulum sebelumnya 
  4. Hasil analisa dan penilaian pendidikan nasional 
  5. Kebijakan pemerintah
Ciri-ciri kurikulum 1975 :
  1. Berorientasi pada tujuan 
  2.  Menganut pendekatan introgatif 
  3.   Menekankan kepada efisiensi dan efektifitas dalam hal daya waktu 
  4. Pendidikan Moral Pancasila bukan hanya dibebankan dalam bidang Pendidikan Moral            Pancasila dalam pencapainnya, melainkan juga dalam bidang ilmu pengetahuan sosial dan agama
  5.  Menganut pendekatan sistem intruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) 
  6. Organisasi pelajaran meliputi bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, ketrampilan, Pendidikan Moral Pancasila, dan integrasi lainnya 

tugas



PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dosen Pengampu : Sigit Purnama, S. Ag, M. Pd.
Disusun Oleh :
Yunida Nur Apriyani (10410043 / V-PAI D)

Isilah titik-titik pada lembar kerja yang tersedia dengan jawaban yang sesuai dari petunjuk narator. Terima Kasih dan Selamat  Mendengarkan…!!!
Dinasti Umayah
Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah bin Abdi syams bin Abdul manaf. Ia adalah salah seorang tokoh terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim bin ‘Abdi Manaf.
Dinasti Umayah selama pemeritahannya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyyah,Yazid I, Muawiyah II, Marwan, Abdul malik, al-Walid I, Sulaiman, Umar II, Yazid II, Hisyam, Yazid III, Ibrahim, dan Marwan II.
Semasa kepemimpinan muawiyah, peta Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni, Kandahar, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Sementara itu, di front barat panglima Uqbah bin Nafi’ menaklukan Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid bersejarah bernama Qayrawan dengan membangun pusat kegiatan militer di kota Qayrawan.
Corak pemerintahan dinasti Umayah berbentuk Republik. Seiring berjalannya waktu berubah menjadi Monarchi (sulthanat / kingship) selain menerapkan corak pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti Umayah.
Tak dapat dipungkiri bahwa pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dalam masa kepemimpinan Muawiyah, banyak mendapatkan kecaman yang timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui akan berdirinya Dinasti Umayyah. Karena, Muawiyah merebut kekuasaan atas jalan yang licik. Meskipun demikian, beliau masih saja tegar dalam menghadapi perlawanan tersebut dengan langkah penyelesaian yang akurat.


nutrisi

NUTRISI UNTUK MATA
              Mata memiliki peranan yang sangat penting bagi tubuh kita. Coba bayangkan bila Anda kesulitan melihat. Untuk menjaganya, indera penglihatan Anda perlu diberikan 'bahan bakar' untuk dapat tetap bekerja dengan baik.
       Makanan  yang diberikan tidak hanya wortel saja, mulailah dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin dan nutrisi berikut ini demi mempertajam penglihatan, seperti dilansir melalui Best Health (13/11).
      Makanan yang dapat menjaga kesahatan mata, antara lain :
ü  Telur. Kaya akan vitamin A membantu fungsi retina dan mengurangi risiko degenerasi makula dan katarak. Meskipun sering dianggap memperburuk kolesterol, telur membantu menurunkan angka minus di kacamata Anda.
ü  Raspberi. Buah dari keluarga beri ini mengandung vitamin C yang tinggi, sehingga dapat mengurangi risiko katarak dan penyakit mata lainnya.
ü  Kacang almond. Vitamin E dalam kacang almond membantu menunda penurunan fungsi indera penglihatan seiring penambahan usia.
ü  Brokoli. Sayuran hijau ternyata turut menyehatkan mata lho. Penelitian menunjukkan bahwa lutein yang banyak terkandung dalam brokoli dapat melindungi mata dari risiko degenerasi makula dan mencegah katarak.
ü  Ikan salmon. Tingginya kandungan asam lemak omega 3 dalam salmon menjadikannya makanan penyehat mata. Lemak sehat ini memainkan peranan penting bagi kesehatan retina dan menurunkan risiko degenerasi makula.
ü  Bayam. Bayam mengandung zeaxanthin yang melindungi mata dari kerusakan akibat paparan sinar matahari dan mencegah terjadinya katarak.
ü  Yogurt. Yogurt memiliki kandungan seng yang tinggi. Seng dikenal dapat melindungi mata dari efek berbahaya sinar matahari. Karena terbuat dari susu, yogurt juga mengandung vitamin D yang merupakan anti-inflamasi yang melindungi ketajaman penglihatan.

PMDI



BAB I
PENDAHULUAN


              Secara historis perkembangan zaman yang semakin maju dalam bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan memberikan dampak perubahan terhadap kondisi sosial, keyakinan dan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap kondisi yang terjadi. Selain itu pengaruh perkembangan zaman modern juga masuk ke dalam ranah islam sehingga menghasilkan pemikiran-pemikiran islam modern, salah satunya yaitu Seyyed Hoessein Nasr.

              Seyyed Hossein Nasr adalah salah satu di antara pemikir muslim pada abad ke-20 yang menaruh perhatian terhadap perlunya kembali menghidupkan nilai-nilai tradisional (tasawuf) sebagai tawaran alternatif untuk penyembuhan krisis batiniah yang dihadapiu oleh manusia modern.

              Dalam dunia Islam, perhatian yang paling banyak pada umumnya ditujukan kepada usaha-usaha kebangkitan di bidang peradaban. Perhatian ini muncul atas dasar pandangan bahwa umat Islam telah jauh tertinggal di bidang tersebut dibandingkan dengan Barat. Penjelasan dari pandangan ini adalah munculnya anggapan dikalangan kaum muslim bahwa nilai-nilai tradisional (tasawuf) merupakan penyebab hilagnya dinamika Islam, bahkan juga dipandang sebagai penyebab kuatnya dominasi Barat atas dunia Islam memiliki akar dalam sufisme.

              Nasr melihat bahwa pandangan ini tidaklah benar, karena penolakan terhadap sufisme dan mengkambinghitamkannya sebagai penyebab kemunduran, mengakibatkan Islam direduksi hingga hanya tertinggal sebgai doktrin syari’at yang kaku, dan pada akhirnya syari’at itu sendiri tidak bedaya menghadapi ”serangan intelektual yang bertubi-tubi” dari Barat.

              Makalah ini akan mencoba memaparkan tentang pemikiran-pemikiran Nasr terhadap perkembangan dunia Barat dan memberikan jalur alternative untuk menghadapi majunya perkembangan dunia Barat terhadap umat islam, agar umat islam tidak mengalami krisis batiniah.



BAB II
PEMBAHASAN


A.   BIOGRAFI SEYYED HOESSEIN NASR

1.      Latar Belakang dan Pendidikan S.H. Nasr
              Seyyed Hoessein Nasr dilahirkan di kota Teheran, Iran pada tanggal 7 April 1933. Beliau berasal dari keluarga ilmuwan dan fisikawan tradisional. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri yang merupakan seorang praktisi pengobatan, sarjana sastra, ulama dan pendidik yang terkenal pada masa dinasti Qajar bernama Seyyed Valiullah Nasr. Cara-cara tradisional yang diajarkan oleh ayahnya mempengaruhi perkembangan intelektualnya.

              Bagi Nasr, Barat merupakan wilayah ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki keberhasilan dan kemajuan. Pada tahun 1946, ia mengawali pendidikannya di Peddie School di Highstown, New Jersey. Kemudian ia melanjutkan pendidikan menengahnya hingga lulus dari Peddie dengan penghargaan dan sebagai pemberi sambutan atas nama kelasnya pada tahun 1950. Pada tahun yang sama, ia juga mengawali pendidikan tingginya dalam bidang fisika dan matematika di salah satu universitas Amerika paling bergengsi yaitu di Massacheussetts Institute of Technology (M.I.T), di mana ia menjadi murid terkemuka, dengan menunjukkan bakatnya dalam studi sains.

              Pada tahun 1956 Nasr berhasil meraih gelar master di MIT dalam bidang geologi yang fokus pada geofisika. Belum puas dengan hasil karyanya, beliau menulis disertasi tentang sejarah ilmu pengetahuan dengan melanjutkan studi di Harvard University. Dalam penyusunan disertasi, Nasr dibimbing oleh George Sarton. Belum selesai disertasi yang dikerjakan oleh Nasr, George Sarton meninggal dunia, sehingga Nasr mencari pembimbing yang baru. Nasr mendapatkan pembimbing tiga  orang professor yaitu Bernard Cohen, Hammilthon Gibb dan Harry Wolfson. Disertasi tersebut selesai dengan judul “Conceptions of Nature in Islamic Thought” yang kemudian dipublikasikan oleh Harvard University Press pada tahun 1964 dengan judul “An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines”. Pada tahun 1958, ia menerima gelar Philosophy of Doctor (Ph.D).

              Setelah mendapatkan gelar doktornya, Nasr kembali ke Teheran dan mengajar  di Universitas Teheran. Selain itu juga sebagai dekan Fakultas Sastra. Pada tahun 1979, terjadi revolusi di Iran yang berakhir dengan tersingkirnya Reza Pehlevi, ketika itu Nasr masih menjabat sebagai direktur Imperial Iranian, Academy of Philosophy, yaitu suatu jabatan yang bergengsi yang mengantarkannya untuk menerima gelar kebangsaan dari sang raja.
              Kedekatannya dengan penguasa mengakibatkan dirinya termasuk sebagai daftar hitam (black list) oleh para aktivis yang menentang ajaran Syah Reza Pehlevi. Semenjak itu, Nasr keluar dari lembaga yang diikutinya, yaitu Husainiya al Irsyad.

2.      Karya-Karya S.H. Nasr

              S.H. Nasr dikenal luas sebagai pengarang sejumlah buku dan artikel yang laris. Lebih dari 50 buku dan 500 artikel yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa diantaranya adalah Man and Nature : Spiritual Crisis of Modern Man (Kazi Publications, 1998), religion and The Order of Nature (Oxford, 1996) dan Knowledge and The Sacred (Suny, 1989). Karyanya yang pertama yaitu An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines (1964).

              Buku lain yang dikarang oleh S.H Nasr adalah Science and Civilization in Islam, (1968) yang diberi kata pengantar oleh Giorgio Di Santillana. Dalam buku ini Nasr berbicara tentang system pengajaran dan lembaga-lembaga islam tradisional. Ia memberikan penjelasan historis sains dalam budaya islam, yaitu kosmologi, kosmografi, geografi, sejarah alam, fisika, matematika, astronomi, kedokteran dan kimia. Nasr menegaskan bahwa dalam peradaban tradisional, sains merupakan bagian dan bidang alam suci yang ada.  Nasr juga menentang pengulangan dan peniruan buta terhadap sains modern oleh orang-orang muslim yang tidak memperhatikan konsekuensi-konsekuensi tindakan tersebut bagi islam dan kehidupan muslim.


B.   DASAR PEMIKIRAN SEYYED HOESSEIN NASR

Dasar  pola pemikiran Nasr yaitu post modernis noe-modernis atau neo/sufisme. Dapat dikatakan berpola pemikiran post modernis karena banyak mengkritisi pemikir-pemikir modernis  islam seperti M. Abduh, Al Afghani, Amir Ali, Ahmad Khan sebagai pengemban budaya barat dan sekulerisme. Berpikiran neomodernis karena mengkritisi Barat dengan segala aspeknya dan menampilkan kembali warisan pemikiran islam sebagai solusi atas modernitas yang dimotori barat. Berpikiran sebagai neo-sufisme karena sebagai bukti pemikir seorang sufi yang menerima pluralisme dan perenialisme  (kekekalan) sebagai wujud nyata pemikiran sufinya.
       
              Pemikiran Nasr dibagi  menjadi empat periodesasi, yaitu :

Periode pertama terjadi pada tahun 1960 an. Pemikiran pada periode ini dapat dilihat dari karyanya yaitu: tradisionalis yang memaparkan tentang  pandangan dari pemikir klasik. Di akhir tahun 1960-an Nasr memaparkan kritiknya terhadap Barat, yaitu mengkritisi atas realitas kemanusiaan modern, tertulis dalam karyanya yaitu Man and Nature:the spiritual crisis of Modern Man (1986). Yang membicarakan tentang krisis spiritual manusia modern dengan salah satu bukti yaitu menusia modern telah memperlakukan alam sekitar dengan semena-mena. Hal ini merupakan peringatan untuk Negara berkembang yang telah terancm modernisasi dan globalisasi.

Periode kedua terjadi pada tahun 1970-an. Nasr semakin mempertajam kritiknya terhadap dunia modern dengan menawarkan alternatif keluar dari krisis modernitas dengan memperkenalkan tasawuf yang merupakan bentuk kongkrit dari pemikirannya. Hal ini dipaparkan dalam bukunya Sufi Essay (1972), Islam and Plight Modern  Man (1976). Tulisan Nasr dalam bukunya merupakan tulisan yang propokatif dan penuh keprihatinan yang membicarakan masalah yang dihadapi oleh para muslim modern.

Dan pada periode ketiga, terjadi pada tahun 1980-an. Nasr banyak menuangkan gagasannya secara kongkrit sebagai alternatif hidup di dunia modern. Ia banyak mengkritik para muslim modernis yang dianggapnya sebagai pengemban pemikiran modern barat yang sekuler, seperti Muhammad Abduh, Al Afghani, Amir Ali dan Ahmad Khan. Selain mereka, ada juga gerakan Wahabiyyah yang menurutnya membunuh tasawuf , sebab dianggap sebagai biang kemunduran umat Islam. Hal ini oleh Nasr ditulis dalam bukunya yang berjudul Islamic Life and Thought (1981),  Knowledge and The Sacred (1981).

Pada periode terakhir, tahun 1990-an, Nasr menggagas tindakan nyata tentang teori-teori dan pendapatnya dengan lebih fokus mengarahkan pandangan sufistiknya menjadi praktis dalam kehidupan modern seperti dalam karyanya, yaitu Religion and Religion : The Challenge of Living in a Multireligious World (1991) yang juga mengutarakan gagasannya tentang penemuan dan kerukunan antar agama yang didasarkan pada filsafat perennial.


C.   TUJUAN PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR

1.      Kritik Terhadap Barat
               Dalam beberapa karyanya, Nasr banyak meneliti dan mengkritik Barat. Dia menyatakan bahwa kehidupan modern yang berkembang di Barat sejak zaman renaissance adalah sebuah eksperimen yang mengalami kegagalan sedemikian parahnya sehingga umat manusia merasa ragu apakah akan menemukan cara-cara lain di masa yang akan datang. Menurut Nasr, kegagalan ini adalah kesalahan konsep yang melandasinya.

               Nasr juga mengkritik proses pembaratan yang saat ini sudah mencapai puncaknya. Terutama dalam moral, politik, ekonomi, dan sains. Kejadian ini berlangsung secara mengejutkan, apalagi dengan adanya iptek, peradaban Barat sudah dapat dipastikan. Nasr mengamati kejadian ini sebagai bencana yang mengancam kehidupan manusia. Menurutnya, manusia modern hidup di pinggir lingkaran eksistensinya sehingga ia hanya dapat melihat dari sudut pandangannya sendiri yang terbatas tanpa melihat sudut pandang dari pusat lingkaran eksistensinya. Padahal ia dapat mencapainya dari jari-jari lingkaran. Manusia modern tidak akan melakukan penelusuran metafisis, karena mereka telah terjebak dalam pola pikiran yang empiris dan pragmatis dalam melihat sesuatu.

               Menurut pengamatan Nasr, adanya dunia modern ditandai dengan kecemasan terhadap bahaya perang, krisis ekologi, polusi udara dan air. Semua masalah dan krisis peradaban modern bukan berasal dari keterbelakangan, melainkan dari populasi jiwa manusia yang muncul begitu manusia Barat mengambil alih peran ketuhanan di bumi dengan menyingkirkan dimensi Ilahi dari kehidupan.

2.      Pandangan Islam Tentang Alam
               Nasr menyatakan, pandangan Islam tentang tatanan lingkungan alam terdapat dalam al-Qur’an. Terdapat dalam suatu pengertian, bahwa pesan al-Qur’an berarti kembali pada pesan primodial tuhan kepada manusia. Karena itulah Islam disebut dengan agama primodial (al din al hanif), al-Qur’an sebagai kitab suci agama primodial tidak hanya berbicara kepada manusia saja, melainkan kepada seluruh alam. Sementara itu, dalam ayat tertentu, Tuhan menjadikan anggota-anggota non-manusia untuk menjadi saksi.

               Nasr menyatakan, bahwa al-Qur’an melukiskan bentuk alam yang tidak terbilang kekayaannya, yang menyimpan berbagai macam kualitas Ilahi. Tetapi, pada saat yang sama, alam juga menyibakkan kualitas-kualitas itu bagi mereka yang mata hatinya belum dibutakan oleh ego dan nafsu. Nasr mengatakan bahwa kecintaan Islam terhadap lingkungan alam tidak boleh dikacaukan dengan  naturalism seperti dalam filsafat dan teologi Barat.

3.      Pandangan Islam Tentang Manusia
               Dalam islam, telah dijelaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai wakil di muka bumi (khalifah), dan secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an, yaitu pada Q.S Al-Baqarah, 30 :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠)

Artinya : ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

               Nasr menyatakan, bahwa menjadi manusia berarti menyadari akan tanggung jawab yang melekat dalam status wakil Tuhan yang dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa Tuhan telah “menundukkan”  ala bagi manusia. Sebagaimana yang tercantum dalam Q.S al Hajj ayat 65, yaitu :

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (٦٥)
Artinya : Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.


               Penaklukan yang dimaksud adalah bukan berarti penaklukan alam seperti yang biasanya diklaim oleh sejumlah kaum muslim modern yang haus dengan kekuasaan seperti yang dijanjikan oleh ilmu pengetahuan modern kepada mereka. Tetapi, penaklukan di sini adalah segala apa yang ada di bumi diperbolehkan atas manusia, yang sesuai dengan hukum-hukum Tuhan dan itu diperbolehkan karena manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi.

4.      Spiritualisme dan Sufisme
               Nasr berpendapat bahwa salah satu problem manusia adalah berkaitan dengan spiritualisme dan sufisme. Beliau memiliki pandangan postif terhadap spiritualisme yaitu penilaian terhadap salah satu kemunduran umat islam pada kekeringan batin manusia yang melanda manusia modern selama ini, sehingga doktrin-doktrin fikih yang kaku tidak mampu menghadapi serangan yang dilakukan oleh masyarakat Barat.

               Pada sisi sufisme, Nasr menganggap bahwa sufisme mampu memberikan jalan untuk penyembuhan yang dibutuhkan oleh manusia modern, yaitu mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan batiniah yang tidak mereka temukan dalam agama kristen atau budha, melalui jalan ajaran tasawuf pada agama islam.

               Nasr menjelaskan bahwa sufisme bukanlah tradisi yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari islam. Menurut Nasr, sufisme adalah permata di atas mahkota dari tradisi islam.

               Terdapat tiga tujuan yang dijelaskan Nasr dalam mengenalkan sufisme kepada masyarakat Barat, yaitu :

a.       Menyelamatkan manusia dari kondisi yang membingungkan sebagai akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
b.      Memperkenalkan aspek esoteris islam baik terhadap masyarakat islam maupun masyarakat barat.
c.       Menegaskan kembali bahwa aspek sufisme dalah jantung dari ajaran islam sehingga apabila wilayah ini kering dan tidak berdenyut lagi, maka keringlah aspek-aspek ajaran islam yang lainnya.


D.   Apresiasi Pemikiran Seyyed Hoessein Nasr

PemikiranNasr tentang tradisionalisme islam yang cenderung berpikir Posmodernis, Neo-modernis,dan Neo-Sufisme bertujuan untuk mengisi atau menjawab kekeringan batin yang dialami oleh masyarakat modern yang tidak ditemukan dalam ajaran agama yang mereka anut. Nasr merasa bahwa masyarakat modern mengalami krisis spiritual ditengah-tengah peradaban yang maju akan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya. Untuk mengatasinya agar memiliki keseimbangan antara akal dan batin, Nasr menawarkan pendapatnya yaitu  dengan mengenalkan ajaran tasawuf. Ajaran yang dikenalkannya diseimbangkan dengan kondisi lahir dan batin masyarakat modern, agar ajarannya dapat diterima dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.




BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

              Seyyed Hossein Nasr dilahirkan di kota Teheran, Iran pada tanggal 7 April 1933, dari keluarga yang terpelajar. Seyyed Hossein Nasr merupakan salah satu ilmuwan terkemuka dunia dalam bidang ilmu pengetahuan Islam dan spiritualitas. Ia adalah tokoh intelektual yang sangat dihormati, baik di Barat maupun dunia Islam. Ia juga dikenal luas sebagai pengarang.

              Seyyed Hosein Nasr memiliki banyak sekali pemikiran yang  pola pemikirannya terbagi menjadi empat priode yaitu periode 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an. Priode pertama mengkaji tentang konsep kosmologi tradisionalis yang memaparkan tentang pandangan metafisis (penyelidikan watak) dari pemikir klasik seperti Ikhwan al-Shafa, Ibn Sina dan al-Biruni. Priode kedua berupa kritik Nasr terhadap dunia modern semakin dipertajam dengan menawarkan alternatif keluar dari krisis modernitas dengan memperkenalkan tasawuf yang merupakan bentuk kongkrit dari pemikirannya. Priode ketiga ia banyak menuangkan gagasannya secara kongkrit sebagai alternatif hidup di dunia modern. Ia banyak mengkritik para Muslim modernis yang dinilai sebagai pengemban pemikiran modern Barat yang sekular. Seperti contoh Muhammad Abduh, Al-Afghani, Amir Ali dan Ahmad Khan. Priode ke empat Nasr menggagas tindakan nyata tentang teori-teori dan pendapatnya dengan lebih fokus mengarahkan pandangan sufistiknya menjadi praktis dalam kehidupan modern, dan ia juga mengutarakan gagasannya tentang peremuan dan kerukunan antar agama yang didasarkan pada filsafat perennial.

              Pemikiran Nasr dimasukan ke dalam beberapa model berfikir yaitu posmodernis, neo-modernis, atau neo-sufisme. Dikatakan posmodernis karena banyak mengkritisi pemikir-pemikir modernis Islam seperti Abduh, Al-Afgani, Amir Ali dan Ahmad Khan sebagai pengemban budaya Barat dan sekulerismenya. Neo-modernis karena mengkritisi Barat dengan segala aspeknya, dan menampilkan kembali warisan pemikiran Islam sebagai solusi atas modernitas yang dimotori oleh Barat tersebut. Sebagai neo-sufisme yaitu dengan bukti sebagai seorang pemikir sufi yang menerima pluralisme dan perenialisme (kekekalan) sebagai wujud nyata pemikiran sufinya.